BAB II
TINJAUAN
TEORITIS
A.
KONSEP
DASAR ABSES
1.
Pengertian
Abses adalah suatu penimbunan nanah, biasanya terjadi akibat
atau infeksi bakteri. (www.,medicastore.com,2004)
Abses
adalah kumpulan tertutup jaringan cair, yang dikenal sebagai nanah, di suatu tempat
di dalam tubuh. Ini adalah hasil dari reaksi pertahanan tubuh terhadap benda
asing (Mansjoer A, 2005)
Abses adalah
tahap terakhir dari suatu infeksi jaringan yang diawali dengan proses yang
disebut peradangan (Bambang, 2005)
Abses adalah infeksi kulit dan
subkutis dengan gejala berupa kantong berisi nanah. (Siregar, 2004). Sedangkan
abses mandibula adalah abses yang terjadi di mandibula. Abses dapat terbentuk
di ruang submandibula atau salah satu komponennya sebagai kelanjutan infeksi
dari daerah leher. (Smeltzer dan Bare, 2001)
2.
Anatomi dan fisiologis. (Brunner & Suddarth, 2001).
a. Mulut (oris)
Proses pencernaan pertama kali
terjadi di dalam rongga mulut. Rongga mulut dibatasi oleh beberapa bagian,
yaitu sebelah atas oleh tulang rahang dan langit-langit (palatum), sebelah kiri
dan kanan oleh otot-otot pipi, serta sebelah bawah oleh rahang bawah.
1) Rongga Mulut(Cavum Oris)
Gambar 2.1
Rongga mulut (tampak depan)
|
Sumber: http://athoenk46.files.wordpress.com,
diakses 02 Juni 2010
|
Rongga mulut merupakan awal dari
saluran pencernaan makanan. Pada rongga mulut, dilengkapi alat pencernaan dan
kelenjar pencernaan untuk membantu pencernaan makanan, yaitu:
a)
Gigi(dentis)
Sumber: http://gurungeblog.files.wordpress.com,
diakses 01 Juni 2010
|
Memiliki
fungsi memotong, mengoyak dan menggiling makanan menjadi partikel yang
kecil-kecil. Gigi tertanam pada rahang dan diperkuat oleh gusi. Bagian-bagian
gigi adalah sebagai berikut:
(1) Mahkota Gigi
Bagian ini dilapisi oleh email dan di dalamnya terdapat
dentin (tulang gigi). Lapisan email mengandung zat yang sangat keras, berwarna
putih kekuningan, dan mengilap. Email mengandung banyak garam kalsium.
(2) Tulang Gigi
Tulang gigi terletak di bawah lapisan email. Tulang gigi
meliputi dua bagian, yaitu leher gigi dan akar gigi. Bagian tulang gigi yang
dikelilingi gusi disebut leher gigi, sedangkan tulang gigi yang tertanam dalam
tulang rahang disebut akar gigi. Akar gigi melekat pada dinding tulang rahang
dengan perantara semen.
(3) Rongga gigi
Rongga gigi berada di bagian dalam gigi. Di dalam rongga
gigi terdapat pembuluh darah, jaringan ikat, dan jaringan saraf.oleh karena
itu, rongga gigi sangat peka terhadap rangsangan panas dan dingin.
menurut bentuknya, gigi dibedakan menjadi empat macam,
yaitu:
(a)
Gigi
seri (incisivus/I), berfungsi untuk memotong-motong makanan.
(b)
Gigi
taring (caninus/ C), berfungsi untuk merobek-robek makanan.
(c)
Gigi
geraham depan (Premolare/ P), berfungsi untuk menghaluskan makanan.
(d)
Gigi
geraham belakang (Molare/ M), berfungsi untuk menghaluskan makanan.
Pada manusia, ada dua generasi gigi sehingga dinamakan
bersifat diphydont. Generasi gigi tersebut adalah gigi susu dan gigi permanen.
Gigi susu adalah gigi yang dimiliki oleh anak berusia 1-6 tahun. Jumlahnya 20
buah. Sedangkan gigi permanen dimiliki oleh anak di atas 6 tahun, jumlahnya 32
buah.
b) Lidah (lingua)
Sumber: http://gurungeblog.files.wordpress.com,
diakses 01 Juni 2010
|
Lidah
membentuk lantai dari rongga mulut. Bagian belakang otot-otot lidah melekat
pada tulang hyoid. Lidah tersiri dari 2 jenis otot, yaiyu:
(1) Otot ekstrinsik yang berorigo di
luar lidah, insersi di lidah.
(2) Otot instrinsik yang berorigo dan
insersi di dalam lidah.
Kerja otot
lidah ini dapat digerakkan atas 3 bagian, yaitu: radiks lingua (pangkal lidah),
dorsum lingua (punggung lidah), apeks lingua (ujung lidah). Lidah berfungsi
untuk membantu mengunyah makanan yakni dalam hal membolak-balikkan makanan
dalam rongga mulut, membantu dalam menelan makanan, sebagai indera pengecap,
dan membantu dalam berbicara.
Sebagai
indera pengecap,pada permukaan lidah terdapat badan sel saraf perasa (papila).
ada tiga bentuk papila, yaitu:
(1) Papila fungiformis, berbentuk
seperti jamur, terletak di bagian sisi lidah dan ujung lidah.
(2) Papila filiformis, berbentuk
benang-benang halus, terletak di 2/3 bagian depan lidah.
(3) Papila serkumvalata, berbentuk
bundar, terletak menyusun seperti huruf V terbalik di bagian belakang lidah.
Lidah
memiliki 10.000 saraf perasa, tapi hanya dapat mendeteksi 4 sensasi rasa: manis,
asam, pahit, dan asin.
c) Kelenjar Ludah
Makanan
dicerna secara mekanis dengan bantuan gigi, secara kimiawi dengan bantuan enzim
yang dihasilkan oleh kelenjar-kelenjar ludah. Kelenjar ludah mengandung
menghasilkan saliva. Saliva mengandung enzim ptyalin atu amylase yang berfungsi
mengubah zat tepung atau amilum menjadi zat gula atau maltosa.
Kelenjar
ludah terdiri atas tiga pasang sebagai berikut:
(1) Kelenjar parotis, terletak di bawah
telinga. Kelenjar ini menghasilkan saliva berbentuk cair yang disebut serosa.
Kelenjar paotis merupakan kelenjar terbesar bermuara di pipi sebelah dalam berhadapan
dengan geraham kedua.
(2) Kelenjar submandibularis /
submaksilaris, terletak di bawah rahang bawah.
(3) Kelenjar sublingualis, terletak di
bawah lidah.
Kelenjar submandibularis dan sublingualis menghasilkan air dan lender yang
disebut Iseromucus. Kedua kelenjar tersebut bermuara di tepi lidah.
3.
Etiologi
Menurut Siregar (2004) suatu infeksi bakteri bisa
menyebabkan abses melalui beberapa cara antara lain:
a. Bakteri
masuk kebawah kulit akibat luka yang berasal dari tusukan jarum yang tidak
steril
b. Bakteri
menyebar dari suatu infeksi dibagian tubuh yang lain
c. Bakteri
yang dalam keadaan normal hidup di dalam tubuh manusia dan tidak menimbulkan
gangguan, kadang bisa menyebabkan terbentuknya abses.
Gambar 2.4
Abses akar gigi yang menyebabkan
abses mandibula
|
Keterangan
gambar:
a)
Abses yang
menembus ke daerah mukosa
b) Abses
submukosa
Gambar 2.5
Abses yang
menembus ke daerah
bawah dari tulang rahang bawah
|
Sumber: http://www.dhin.nl,
diakses 02 Juni 2010
|
Sumber: http://www.dhin.nl,
diakses 02 Juni 2010
|
Lebih lanjut Siregar (2004) menjelaskan peluang
terbentuknya suatu abses akan meningkat jika :
a. Terdapat
kotoran atau benda asing di daerah tempat terjadinya infeksi
b. Darah
yang terinfeksi mendapatkan aliran darah yang kurang
c. Terdapat
gangguan sisitem kekebalan.
Menurut Hardjatmo Tjokro Negoro, PHD dan Hendra Utama,
(2001), abses mandibula sering disebabkan oleh infeksi didaerah rongga mulut
atau gigi. Peradangan ini menyebabkan adanya pembengkakan didaerah submandibula
yang pada perabaan sangat keras biasanya tidak teraba adanya fluktuasi. Sering
mendorong lidah keatas dan kebelakang dapat menyebabkan trismus. Hal ini sering
menyebabkan sumbatan jalan napas. Bila ada tanda-tanda sumbatan jalan napas
maka jalan napas harus segera dilakukan trakceostomi yang dilanjutkan dengan
insisi digaris tengah dan eksplorasi dilakukan secara tumpul untuk mengeluarkan
nanah. Bila tidak ada tanda- tanda sumbatan jalan napas dapat segera dilakukan
eksplorasi tidak ditemukan nanah, kelainan ini disebutkan Angina ludoviva
(Selulitis submandibula). Setelah dilakukan eksplorasi diberikan antibiotika dosis
tinggi untuk kuman aerob dan anaerob.
Abses bisa terbentuk diseluruh bagian tubuh, termasuk
paru-paru, mulut, rektum, dan otot. Abses yang sering ditemukan didalam kulit
atau tepat dibawah kulit terutama jika timbul diwajah.
Gambar 2.6
Abses Mandibula
|
Sumber:
http://www.medco-athletics.com, diakses 02 Juni 2010
|
4.
Patofisiologi
Menurut Price,
(2006) jika
bakteri menyusup kedalam jaringan yang sehat, maka akan terjadi infeksi. Sebagian
sel mati dan hancur, meninggalkan rongga yang berisi jaringan dan se-sel yang
terinfeksi. Sel-sel darah putih yang merupakan pertahanan tubuh dalam melawan
infeksi, bergerak kedalam rongga tersebut, dan setelah menelan bakteri.sel
darah putih akan mati, sel darah putih yang mati inilah yang membentuk nanah
yang mengisis rongga tersebut.
Akibat penimbunan nanah ini, maka jaringan disekitarnya
akan terdorong jaringan pada akhirnya tumbuh di sekeliling abses dan menjadi
dinding pembatas. Abses hal ini merupakan mekanisme tubuh mencegah penyebaran
infeksi lebih lanjut jika suatu abses pecah di dalam tubuh maka infeksi bisa
menyebar kedalam tubuh maupun dibawah permukaan kulit, tergantung kepada lokasi
abses (www.medicastre.com.2004).
Bagan 2.1
Patofisiologi Abses Mandibula
|
Abses Periapikal
Abses akar gigi
|
Bakteri masuk ke dalam jar.sehat
|
Membentuk rongga yg berisi jar.
& sel-sel yg terinfeksi
|
Sel Darah Putih masuk ke dlm rongga
|
Infeksi menyebar ke dlm tbh
|
Panas
Nyeri
Kemerahan
Fungsi terganggu
|
· Nyeri
Akut
· Hipertermia
· Gangguan
pola tidur
· Gangguan
komunikasi verbal
· Gangguan
gambaran diri
|
· Kerusakan
Integritas kulit
· Ansietas
|
Keterbatasan kognitif,kurang mengingat sumber informasi
|
Kesulitan dlm mengunyah &
menelan
|
Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
|
5.
Tanda
dan Gejala
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), gejala dari abses
tergantung kepada lokasi dan pengaruhnya terhadap fungsi suatu organ saraf.
Gejalanya bisa berupa :
a. Nyeri
b. Nyeri
tekan
c. Teraba hangat
d. Pembengakakan
e. Kemerahan
f. Demam
Suatu abses yang terbentuk tepat dibawah kulit biasanya
tampak sebagai benjolan. Adapun lokasi abses antar lain ketiak, telinga, dan
tungkai bawah. Jika abses akan pecah, maka daerah pusat benjolan akan lebih
putih karena kulit diatasnya menipis. Suatu abses di dalam tubuh, sebelum
menimbulkan gejala seringkali terlebih tumbuh lebih besar. Abses dalam lebih
mungkin menyebarkan infeksi keseluruh tubuh.
Adapun tanda dan gejala abses mandibula adalah nyeri leher
disertai pembengkakan di bawah mandibula dan di bawah lidah, mungkin
berfluktuasi.
6.
Pemeriksan
Diagnosis
Menurut Siregar (2004), abses dikulit atau di bawah kulit
sangat mudah dikenali. Sedangkan abses dalam sering kali sulit ditemukan. Pada
penderita abses, biasanya pemeriksaan darah menunjukkan peningkatan jumlah sel
darah putih. Untuk menetukan ukuran dan lokasi abses dalam biasanya dilakukan
pemeriksaan Rontgen,USG, CT, Scan, atau MRI.
7.
Penatalaksanaan
Menurut FKUI (1990), antibiotika dosis tinggi terhadap
kuman aerob dan anaerob harus diberikan secara parentral. Evaluasi abses dapat
dilakukan dalam anastesi lokal untuk abses yang dangkal dan terlokalisasi atau
eksplorasi dalam narkosis bila letak abses dalam dan luas. Insisi dibuat pada
tempat yang paling berfluktuasi atau setinggi 0,5 tiroid, tergantung letak dan
luas abses. Pasien dirawat inap sampai 1-2 hari gejala dan tanda infeksi reda.
Suatu abses seringkali membaik tanpa
pengobatan, abses akan pecah dengan sendirinya dan mengeluarkan isinya,.kadang
abses menghilang secara perlahan karena tubuh menghancurkan infeksi yang
terjadi dan menyerap sisa-sisa infeksi, abses pecah dan bisa meninggalkan
benjolan yang keras.
Untuk meringankan nyeri dan mempercepat penyembuhan,
suatu abses bisa ditusuk dan dikeluarkan isinya. Suatu abses tidak memiliki
aliran darah, sehingga pemberian antibiotik biasanya sia-sia antibiotik
biasanya diberikan setelah abses mengering dan hal ini dilakukan untuk mencegah
kekambuhan. Antibiotik juga diberikan jika abses menyebarkan infeksi kebagian
tubuh lainnya.
Gambar 2.7
Insisi drainage pada abses mandibula
|
Sumber:
http://www.medco-athletics.com, diakses 02 Juni 2010
|
8.
Komplikasi
Komplikasi/dampak yang mungkin terjadi akibat dari Abses
mandibula menurut Siregar (2004) adalah:
a.
Kehilangan
gigi
b.
Penyebaran
infeksi pada jaringan lunak dapat mengakibatkan selulitis wajah dan Ludwig’s
angina
c.
Penyebaran
infeksi pada tulang rahang dapat mengakibatkan osteomyelitis mandibula atau
maksila
d.
Penyebaran
infeksi pada daerah tubuh yang lain, menghasilkan abses serebral, endokarditis,
pneumonia, atau gangguan lainnya.
B.
KONSEP
DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ABSES
MANDIBULA
1.
Pengkajian.
Pengkajian adalah usaha untuk mengumpulkan
data-data sesuai dengan respon klien baik dengan pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang, wawacara, observasi dan dokumentasi secara bio-psiko-sosio-spiritual
(Doenges, 2001).
Data yang harus dikumpulkan dalam
pengkajian yang dilakukan pada kasus abses mandibula menurut Doenges, (2001)
adalah sebagai berikut :
a. Aktifitas/istirahat
Data Subyektif : Pusing, sakit kepala, nyeri, mulas.
Data Obyektif : Perubahan kesadaran, masalah dalam
keseimbangan cedera (trauma).
b. Sirkulasi
Data Obyektif: kecepatan (bradipneu, takhipneu), pola napas
(hipoventilasi, hiperventilasi, dll).
c. Integritas ego
Data Subyektif: Perubahan tingkah laku/ kepribadian (tenang
atau dramatis)
Data Obyektif : cemas, bingung, depresi.
d. Eliminasi
Data Subyektif : Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami gangguan
fungsi.
e. Makanan dan cairan
Data Subyektif : Mual, muntah, dan mengalami perubahan selera
makan.
Data Obyektif : Mengalami distensi abdomen.
f. Neurosensori.
Data Subyektif : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo.
Data Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma,
perubahan status mental, kesulitan dalam menentukan posisi tubuh.
g. Nyeri dan kenyamanan
Data Subyektif : nyeri pada rahang dan bengkak
Data Obyektif : Wajah meringis, gelisah, merintih.
h. Pernafasan
Data Subyektif : Perubahan pola nafas.
Data Objektif: Pernapasan menggunakan otot bantu pernapasan/
otot aksesoris.
i. Keamanan
Data Subyektif : Trauma baru akibat gelisah.
Data Obyektif : Dislokasi gangguan kognitif. Gangguan
rentang gerak.
j. Prioritas keperawatan
1) Mengurangi ansietas dan trauma
emosional
2) Menyediakan keamanan fisik
3) Mencegah komplikasi
4) Meredakan rasa sakit
5) Memberikan fasilitas untuk proses
kesembuhan
6) Menyediakan informasi mengenai
proses penyakit/prosedur pembedahan, prognosis dan kebutuhan pengobatan
k. Tujuan pemulangan
1) Pasien menghadapi situasi yang ada
secara realistis
2) Cidera dicegah
3) Komplikasi dicegah/diminimalkan
4) Rasa sakit dihilangkan/dikontrol
5) Luka sembuh/fungsi organ berkembang
ke arah normal
6) Proses penyakit/prosedur pembedahan,
prognosis, dan regimen terapeutik dipahami
Sedangkan
menurut Dr. Rahajeng, (2006) pengkajian pada Abses Mandibula, adalah:
a. Keadaan
umum: lemah, lesu, malaise, demam
b. Pemeriksaan
Ekstra oral : asimetri wajah, tanda radang jelas, fluktuasi (+), tepi rahang
teraba
c. Pemeriksaan
intra oral: Periodontitis akut, muccobuccal fold, fluktuasi (-)
2.
Diagnosa
Keperawatan
Menurut T. Heather Herdman, et.al (2007), diagnosa
keperawatan pada pasien dengan abses mandibula adalah:
a. Nyeri
Akut yang berhubungan dengan egen injuri biologi
Menurut Carpenito
(2000) nyeri akut adalah keadaan dimana individu melaporkan dan mengalami
adanya rasa ketidaknyamanan yang hebat atau sensasi yang tidak menyenangkan selama enam bulan
atau kurang.
Tabel. 2.1
Nyeri Akut yang berhubungan dengan
egen injuri biologi
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Kaji tingkat
nyeri yang dialami klien dan lokasinya
2.
Catat umur dan
berat pasien, masalah medis / psikologis yang muncul kembali, sensitivitas
idiosinkratik yang digunakan.
3.
Kaji tanda-tanda
vital, perhatikan takikardia, hipertensi dan peningkatan pernafasan, bahkan
jika pasien menyangkal adanya rasa sakit
4.
Dorong penggunaan
teknik relaksasi, misalnya latihan nafas dalam, bimbingan imajinasi,
visualisasi.
5.
Kaji
ketidaknyamanan yang mungkin selain dari prosedur operasi.
6.
Berikan informasi
mengenai ketidaknyamanan, sesuai kebutuhan.
7.
Lakukan reposisi sesuai petunjuk, semi – fowler; miring.
8.
Berikan perawatan
oral regular.
9.
Berikan
lingkungan yang tenang.
10. Observasi efek analgesik
11. Kolaborsi obat sesuai petunjuk . (analgesik IV)
|
1.
Untuk mengetahui
tingkat skala nyeri yang dialami klien
2.
Rasional
pendekata pada manajemen rasa sakit pasca operasi berdasarkan kepada
faktor-faktor vareaasi multipel.
3.
Dapat mengindikasi
rasa sakit akut dan ketidaknyamanan.
4.
Lepaskan tegangan
emosional dan otot : tingkatkan perasaan kontrol yang mungkin dapat
meningkatkan kemampuan koping.
5.
Ketidaknyamanan
mungkin disebabkan / diperburuk dengan penekanan pda kateter indwelling yang
tidak tetap, selang NGT, jalur parentral.
6.
Pahami
ketidaknyamanan.
7.
Mungkin mengurangi
rasa sakit dan meningkatkan sirkulasi. Posisi semi-fowler dapat mengurangi
tekanan otot abdominal dan otot punggung arthritis, sedangkan miring
mengurangi tekanan dorsal.
8.
Mengurangi ketidaknyamanan
yang dihubungkan dengan membrane mukosa yang kering pad azat-zat anastesis,
restriksi oral.
9.
Agar klien dapat
beristirahat, karena urang tidur / istirahat dapat meningkatkan persepsi
nyeri dan kemampuan koping menurun.
10. Respirasi mungkin menurun pada pemberian narkotik, dan
mungkin menimbulkan efek-efek sinergistik dan zat-zat anastesi.
11. Analgesik IV akan dengan segera mencapai pusat rasa
sakit, menimbulkan penghilangan yang lebih efektif dengan obat dosis kecil.
Pemberian IM akan memakan waktu lebih lama da keefektifannya bergantung
kepada tingkat dan absorbsi sirkulsi.
|
b. Hipertermi yang berhubungan dengan proses
penyakit.
Menurut Carpenito
(2000) Hipertermi adalah keadaan dimana seorang individu mengalami atau
berisiko untuk mengalami kenaikan suhu tubuh terus
menerus lebih tinggi dari 37,5°C peroral atau 38,°C per rektal karena faktor–faktor eksternal.
Tabel. 2.2
Hipertermi yang berhubungan dengan
proses penyakit.
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Observasi saat
timbulnya demam.
2.
Observasi
tanda–tanda vital setiap 3 jam/lebih sering.
3.
Berikan
penjelasan kepada pasien/keluarga tentang hal–hal yang dapat dilakukan untuk
mengatasi demam dan menganjurkan pasien/ keluarga untuk kooperatif.
4.
Berikan
penjelasan tentang penyebab demam atau peningkatan suhu tubuh.
5.
Anjurkan pasien
untuk banyak minum ± 2,5
Liter/24 jam dan jelaskan manfaatnya bagi pasien.
6.
Berikan kompres
hangat (pada daerah axilla dan dahi).
7.
Berikan terapi
cairan intravena dan obat–obatan sesuai dengan program dokter (masalah
kolaborasi).
|
1.
untuk mengidentifikasi pola demam
2.
tanda-tanda vital
merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien
3.
Keterlibatan
keluarga sangat berarti dalam proses penyembuhan pasien dirumah sakit.
4.
Penjelasan
tentang kondisi pasien dapat membantu pasien/keluarga mengurangi kecemasan
yang timbul.
5.
Peningkatan suhu
tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan
asupan cairan yang banyak
6.
Kompres hangat
dapat merangsang kerja hipotalamus untuk menstabilkan suhu tubuh.
7.
Pemberian cairan
bagi pasien sangat penting bagi pasien dengan suhu tubuh tinggi. Pemberian
cairan merupakan wewenang dokter sehingga perawat perlu berkolaborasi dalam
hal ini.
|
c. Kerusakan
Intergritas kulit yang berhubungan dengan trauma mekanik.
Menurut Carpenito
(2000) kerusakan
integritas kulit adalah suatu
keadaan dimana seorang individu mengalami atau beresiko mengalami kerusakan
jaringan epidermis dan dermis.
Tabel. 2.3
Kerusakan
Intergritas kulit yang
berhubungan
dengan trauma mekanik penyakit.
|
Internensi
|
Rasional
|
1. Kaji/catat ukuran, warna, kedalaman infeksi,
perhatikan jaringan nekrotik dan kondisi sekitar infeksi.Lakukan perawatan infeksi
yang tepat dan tindakan kontrol infeksi.
2. Pertahankan penutupan luka sesuai indikasi.
3. Pertahankan posisi yang diinginkan dan imobilisasi
area bila diindikasikan.
4. Lakukan program kolaborasi : siapkan / bantu
prosedur bedah/balutan biologis.
|
1. Memberikan informasi dasar tentang infeksi dan
kemungkinan petunjuk tentang sirkulasi pada aera graft.
2. Menyiapkan jaringan untuk penanaman dan menurunkan
resiko infeksi/kegagalan kulit
3. untuk menghindari nyeri pada saat bergerak
4. Kulit graft baru dan sisi donor yang sembuh
memerlukan perawatan khusus untuk mempertahankan kelenturan.
|
Sedangkan menurut Doenges, (2001) diagnosa keperawatan
yang muncul pada klien dengan infeksi rongga mulut adalah:
a. Defisit
volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan perdarahan post operasi. Menurut
Carpenito (2000) defisit volume cairan
dan elektrolit adalah Keadaan dimana
seorang individu yang tidak menjalani puasa mengalami atau beresiko mengalami
dehidrasi vaskuler, interstisial atau intravaskuler.
Tabel. 2.4
Defisit volume cairan dan elektrolit
berhubungan dengan perdarahan post
operasi
|
Internensi
|
Rasional
|
1.
Ukuran dan cacat
pengeluaran dan pemasukan (termasuk pengeluaran cairan gastrointestinal),
tinjau ulang catatan intraoperasi.
2.
Pantau tanda
vital.
3.
Berikan bantuan
pengukuran berkemih sesuai kebutuhan
4.
Catat munculnya
mual / muntah, riwayat pasien mabuk perjalan.
5.
Periksa pembalut,
alat drai dan interval reguler. Kaji luka untuk adanya pembengkakan.
Kolaborasi :
6.
Berikan cairan
parenteral, produksi darah dan /atau plasma expender sesuai petunjuk
tingkatkan kecepatan jalan jika diperlukan.
7.
Pasang kateter
urinarius dengan atau tanpa erimeter sesuai kebutuhan.
8.
Berikan
antiemetik sesuai kebutuhan
|
1.
Dokumentasi yang
akurat akan emembantu dalam mengidentifiksi pengeluaran cairan / kebutuhan
penggantian dan pilhan-pilihan mempengaruhi intervensi.
2.
Hipotensi
takikardia, peningkatan pernafasan mengindikasikan kekurangan cairan.
3.
Meningkatkan
relaksasi otot perineal dan memudahkan upaya kekosongan.
4.
Wanita, pasien
dengan obesitas dan mereka memiliki kecendrunganmabuk perjalanan penyakit
memiliki resiko mual dan muntah yang lebih tinggi masa pasca operasi.
5.
Pendarahan banyak
dapat mengacu pada hipovolemia, hemorrargi, pembengkakan lokal mungkin
mengidentifikasikan pada formasi bersama hematoma / perdarahan.
Kolaborasi :
6.
Menggantikan kehilangan
cairan yang telah didokumentasikan.
7.
Memberikan mekanisme
untuk memantau pengeluaran urinarius secara akurat.
8.
Menghilangkan mual
/ muntah yang dapat menyebabkan ketidak seimbangan pemasukan, membantu
kehilangan cairan.
|
b. Nyeri
berhubungan dengan adanya proses peradangan, luka insisi pembedahan. Menurut Carpenito (2000) nyeri akut adalah keadaan dimana
individu melaporkan dan mengalami adanya rasa ketidaknyamanan yang hebab atau
sensasi yang tidak menyenangkan selama enam bulan atau kurang.
Tabel. 2.5
Nyeri Akut yang berhubungan dengan
egen injuri biologi
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Kaji tingkat
nyeri yang dialami klien dan lokasinya
2.
Catat umur dan
berat pasien, masalah medis / psikologis yang muncul kembali, sensitivitas
idiosinkratik yang digunakan.
3.
Kaji tanda-tanda
vital, perhatikan takikardia, hipertensi dan peningkatan pernafasan, bahkan
jika pasien menyangkal adanya rasa sakit
4.
Dorong penggunaan
teknik relaksasi, misalnya latihan nafas dalam, bimbingan imajinasi,
visualisasi.
5.
Kaji
ketidaknyamanan yang mungkin selain dari prosedur operasi.
6.
Berikan informasi
mengenai ketidaknyamanan, sesuai kebutuhan.
7.
Lakukan reposisi sesuai petunjuk, semi – fowler; miring.
8.
Berikan perawatan
oral regular.
9.
Berikan
lingkungan yang tenang.
10. Observasi efek analgesik
11. Kolaborsi obat sesuai petunjuk . (analgesik IV)
|
1.
Untuk mengetahui
tingkat skala nyeri yang dialami klien
2.
Rasional
pendekata pada manajemen rasa sakit pasca operasi berdasarkan kepada
faktor-faktor vareaasi multipel.
3.
Dapat mengindikasi
rasa sakit akut dan ketidaknyamanan.
4.
Lepaskan tegangan
emosional dan otot : tingkatkan perasaan kontrol yang mungkin dapat
meningkatkan kemampuan koping.
5.
Ketidaknyamanan
mungkin disebabkan / diperburuk dengan penekanan pda kateter indwelling yang
tidak tetap, selang NGT, jalur parentral.
6.
Pahami ketidaknyamanan.
7.
Mungkin mengurangi
rasa sakit dan meningkatkan sirkulasi. Posisi semi-fowler dapat mengurangi
tekanan otot abdominal dan otot punggung arthritis, sedangkan miring
mengurangi tekanan dorsal.
8.
Mengurangi
ketidaknyamanan yang dihubungkan dengan membrane mukosa yang kering pad
azat-zat anastesis, restriksi oral.
9.
Agar klien dapat
beristirahat, karena urang tidur / istirahat dapat meningkatkan persepsi
nyeri dan kemampuan koping menurun.
10. Respirasi mungkin menurun pada pemberian narkotik, dan mungkin
menimbulkan efek-efek sinergistik dan zat-zat anastesi.
11. Analgesik IV akan dengan segera mencapai pusat rasa
sakit, menimbulkan penghilangan yang lebih efektif dengan obat dosis kecil.
Pemberian IM akan memakan waktu lebih lama da keefektifannya bergantung
kepada tingkat dan absorbsi sirkulsi.
|
c.
Resiko infeksi berhubungan dengan
tindakan pembedahan, tidak adekuatnya pertahanan tubuh. Menurut Carpenito (2000) resiko terhadap infeksi adalah
keadaan dimana seorang individu beresiko terserang oleh agen patogenik atau
oportunis (virus, jamur, bakteri, protozoa dan parasit lain) dari sumber-sumber
endogen atau eksogen.
Tabel. 2.6
Resiko infeksi berhubungan dengan
tindakan
pembedahan, tidak adekuatnya
pertahanan tubuh
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Pantau tanda-tanda
peradangan, demam, kemerahan, bengkak da cairan yang keluar.
2.
Perhatikan
peningkatan suhu, demam menggigil.
3.
Cuci tangan
sebelum dan sesudah melakukan tindakan
4.
Pertahanan luka
aseptik, pertahankan balutan kering.
5.
Anjurkan klien
untuk menjaga area
infeksi
6.
Periksa kulit
untuk memeriksa adanya infeksi yang terjadi.
7.
Ulangi studi
laboratorium ntuk kemungkinan infeksi sistemik.
8.
Kolaborasi :
berikan antibiotic sesuai petunjuk
|
1.
Untuk mengidentifikasi
adanya tanda-tanda infeksi secara dini.
2.
Dengan adanya
infeksi / sepsis membutuhkan evaluasi pengobatan.
3.
Menurunkan resiko
terjadinya infeksi nasokomial.
4.
Melindungi pasien
dari kontaminasi silang selama penggaintian balutan. Balutan basah bertindak sebagai
sumbu retrograd, menyerap kontaminan eksternal.
5.
Untuk mencegah
terjadinya kontaminasi atau infeksi.
6.
Gangguan pada
integritas kulit atau dekat dengan lokasi operasi adalah sumber kontaminasi
luka. Menggunting / bercukur secara berhati-hati adalah imperatif untuk
mencegah abrasi dan penorehan pada kulit.
7.
Peningkatan SDP
akan mengindikasikan adanya infeksi dimana prosedur operasi akan mengurangi
(mis, apendisitis, abses, implamasi dari trauma) atau munculnya infeksi
sistemik / organ, dimana mungkin dapat menyebabkan kontraindikasi dari
prosedur pembedahan atau anestesi.
8.
Dapat diberikan
secara profilaksis bila dicurigai terjadinya infeksi
|
d.
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan ketidak mampuan menelan makanan, nyeri area rahang. Menurut Carpenito (2000) Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan suatu keadaan dimana individu yang tidak
mengalami puasa atau yang beresiko mengalami penurunan berat badan atau yang
berhubungan dengan masukan yang tidak adekuat.
Tabel. 2.7
Gangguan nutrisi kurang dari
kebutuhan berhubungan
dengan ketidak mampuan menelan makanan,
nyeri area rahang
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Kaji riwayat
nutrisi termasuk makan yang disukai.
2.
Kaji keluhan mual, tidak napsu makan, dan muntah
yang dialami pasien.
3.
Pemberian makanan yang mudah ditelan seperti : bubur,
tim, dan hidangkan selagi masih hangat.
4.
Pemberian makanan dalam porsi kecil dengan frekuensi
sering.
5.
Pantau masukan dan keluaran.
6.
Timbang berat badan setiap hari.
7.
Kolaborasi dengan
ahli gizi.
|
1.
Mengindikasikan
defisiensi, menduga kemungkinan intervensi
2.
Dengan mengalami keluhan pasien dapat membantu
intervensi selanjutnya.
3.
Membantu mengurangi kelelahan pasien dan meningkatkan
asupan makanan karena mudah ditelan.
4.
Untuk menghindari mual dan muntah.
5.
Memberikan deteksi dini adanya ketidak seimbangan
kebutuhan nutrisi.
6.
Penimbangan berat badan yang tepat dapat mendeteksi
status gizi klien.
7.
Membantu dalam
membuat rencana diet untuk memenuhi kebutuhan individual
|
e. Gangguan
pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada area rahang dan luka operasi. Menurut Carpenito (2000) perubahan pola tidur adalah keadaan di mana individu mengalami atau berisiko
mengalami suatu perubahan dalam kuantitas atau kualitas pola tidurnya yang menyebabkan rasa tidak nyaman atau
mengganggu gaya hidup yang diinginkannya
Tabel. 2.8
Gangguan pola tidur berhubungan
dengan rasa
nyeri pada area rahang dan luka
operasi rahang
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Kaji kebiasaan sebelum dan sesudah tidur
2.
Ciptakan lingkungan aman dan tenang
3.
Batasi pengunjung
4.
Rapikan tempat tidur klien
5.
Atur posisi yang nyaman saat beristirahat
6.
Batasi pertemuan yang tidak penting
|
1.
Untuk mengetahui kebiasaan klien sebelum dan sesudah
tidur untuk menentukan tindakan selanjutnya
2.
Agar klien dapat beristirahat dengan tenang
3.
Agar klien tidak
terganggu
4.
Agar tidur klien merasa nyaman
5.
Agar klien merasa nyaman beristirahat
6.
Agar klien dapat beristirahat maksimal
|
f.
Gangguan komunikasi verbal berhubungan
dengan adanya peradangan di area mulut. Menurut Carpenito (2000) Gangguan komunikasi verbal
adalah keadaan dimana seorang individu mengalami,
atau dapat mengalami penurunan kemampuan atau ketidakmampuan untuk berbicara
tetapi dapat mengerti orang.
Tabel. 2.9
Gangguan komunikasi verbal
berhubungan dengan adanya peradangan
di area mulut
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Kaji tipe/ derajat disfungsi, seperti
pasien tidak tampak memahami kata atau mengalami kesulitan berbicara atau
membuat pengertian sendiri.
2. Berikan metode alternatif, seperti menulis
di papan tulis. Berikan petunjuk visual (gerakan tangan, gambar-gambar,
daftar kebutuhan, demonstrasi).
3. Bicaralah dengan nada normal dan hindari
percakapan yang cepat. Berikan pasien jarak waktu untuk berespon. Bicaralah
tanpa tekanan terhadap sebuah respon.
4. Kolaborasi : konsultasi dengan/rujuk kepada ahli terapi
wicara.
|
1.
Membantu menentukan daerah dan derajat
kerusakan cerebral yang terjadi dalam kesulitan pasien dalam beberapa atau
seluruh tahap proses komunikasi.
2. Memberi komunikasi tentang kebutuhan
berdasarkan dengan keadaan/ defisit yang mendasarinya.
3. Tidak perlu merusak pendengaran pasien dan
meninggikan suara dapat menimbulkan marah pasien/ menyebabkan kepedihan.
4.
Pengkajian
secara individual kemampuan bicara dan sensori, motorik dan kognitif untuk
mengidentifikasi kekurangan kebutuhan terapi
|
g. Gangguan
gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu anggota tubuh. Menurut Carpenito (2000) gangguan
gambaran diri adalah suatu keadaan dimana individu mengalami atau beresiko
untuk mengalami gangguan dalam cara pencerapan citra diri seseorang.
Tabel. 2.10
Gangguan komunikasi verbal
berhubungan dengan adanya peradangan
di area mulut
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Kaji makna kehilangan/perubahan pada pasien/orang
terdekat
2.
Terima dan akui ekspresi frustasi, ketergantungan,
marah, kedukaan, dan kemarahan.
3.
Bersikap realistis dan positif terhadap
pengobatan, pada penyuluhan kesehatan, dan menyusun tujuan dalam keterbatasan
4.
Dorong interaksi keluarga dan dengan tim
rehabilitasi
|
1.
Episode traumatik mengakibatkan perubahan
tiba-tiba, tidak diantisipasi, membuat perasaan kehilangan pada kehilangan
aktual/yang dirasakan.
2.
Penerimaan perasaan sebagai respon normal terhadap
apa nyang terjadi membantu perbaikan
3.
Meningkatkan kepercayaan dan mengadakan hubungan
antara pasien dan perawat
4.
Mempertahankan/membuka garis komunikasi dan
memberikan dukungan terus menerus pada pasien dan keluarga
|