Jumat, 12 Oktober 2012

MACAM ANESTESI

Penggunaan  Dan Macam - macam Obat - Obatan Dalam Anastesi
Dalam membius pasien, dokter anestesi memberikan obat-obatan (suntik,hirup, ataupun lewat mulut) yang bertujuan menghilangkan rasa sakit (pain killer),menidurkan, dan membuat tenang (paraytic drug). Pemberian ketiga macam obatitu disebut triangulasi

Bermacam obat bius yang digunakan dalam anestesi saat ini seperti:
1.              Thiopental (pertama kali digunakan pada tahun 1934)
2.              Benzodiazepine Intravena
3.              Propofol (2,6-di-isopropyl-phenol)
4.              Etomidate (suatu derifat imidazole)
5.              Ketamine (suatu derifat piperidine, dikenal juga sebagai 'Debu    Malaikat'/'PCP'(phencyclidine)
6.              Halothane (d 1951 Charles W. Suckling, 1956 James Raventos)
7.              Enflurane (d 1963 u 1972), isoflurane (d 1965 u 1971), desflurane,sevoflurane
8.              Opioid-opioid sintetik baru - fentanyl (d 1960 Paul Janssen), alfentanil,sufentanil (1981),remifentanil, meperidine
9.              Neurosteroid

Intisari Ketuban Pecah Dini (KPD)


INTISARI
Latar belakang: Kematian dan kesakitan ibu di Indonesia masih merupakan masalah besar. Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia adalah 228 per 100.000 kelahiran hidup (Depkes, 2007). Kematian ibu disebabkan oleh banyak faktor. Tiga penyebab utama adalah perdarahan, pre eklamsi/ eklamsi dan infeksi. Salah satu penyebab infeksi adalah kejadian ketuban pecah dini yang tidak segera mendapatkan penanganan.
Tujuan Penelitian: Diperolehnya gambaran karakteristik ibu bersalin dengan KPD di RSUD dr. Murjani Sampit tahun 2011-2012.
Metode Penelitian: Jenis penelitian deskriptif, dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Lokasi Penelitian dilakukan di Ruang Kebidanan RSUD Dr.Murjani Kabupaten Kotawaringin Timur. Subjek penelitian adalah ibu yang bersalin terindikasi KPD  yang dirawat di Rumah Sakit Dr. Murjani Sampit. Penelitian dilakukan berdasarkan data sekunder yang diambil dari rekam medis RSUD Dr. Murjani Sampit.
Hasil: Karakteristik ibu bersalin dengan KPD di RSUD Dr. Murjani Sampit adalah berdasarkan umur sebagian besar berusia 20-35 tahun sebanyak 66,7%, berdasarkan pekerjaan presentase terbesar adalah ibu tidak bekerja/IRT sebanyak 58,3%, berdasarkan paritas sebagian besar adalah multipara sebanyak 77,8%, berdasarkan usia kehamilan sebagian besar usia kehamilannya adalah  29-40 minggu sebanyak 54,8%, berdasarkan riwayat KPD menunjukkan bahwa 56,2%  diantaranya tidak pernah mempunyai riwayat KPD berdasarkan status CPD sebagian besar tidak dengan status CPD sebanyak  88,9%.
Kesimpulan: Karakteristik ibu bersalin dengan KPD di RSUD Dr. Murjani Sampit adalah sebagian besar berusia 20-35 tahun, multipara, tidak bekerja/IRT, usia kehamilannya adalah  29-40 minggu, tidak pernah mempunyai riwayat KPD dan tidak dengan status CPD.

Kata kunci :   Ketuban pecah dini, karakteristik ibu bersalin

abses mandibula


BAB II
TINJAUAN TEORITIS


A.      KONSEP DASAR ABSES
1.    Pengertian
          Abses adalah suatu penimbunan nanah, biasanya terjadi akibat atau infeksi bakteri. (www.,medicastore.com,2004)
          Abses adalah kumpulan tertutup jaringan cair, yang dikenal sebagai nanah, di suatu tempat di dalam tubuh. Ini adalah hasil dari reaksi pertahanan tubuh terhadap benda asing (Mansjoer A, 2005)
          Abses adalah tahap terakhir dari suatu infeksi jaringan yang diawali dengan proses yang disebut peradangan (Bambang, 2005)
          Abses adalah infeksi kulit dan subkutis dengan gejala berupa kantong berisi nanah. (Siregar, 2004). Sedangkan abses mandibula adalah abses yang terjadi di mandibula. Abses dapat terbentuk di ruang submandibula atau salah satu komponennya sebagai kelanjutan infeksi dari daerah leher. (Smeltzer dan Bare, 2001)
2.    Anatomi dan fisiologis. (Brunner & Suddarth, 2001).
a.    Mulut (oris)
            Proses pencernaan pertama kali terjadi di dalam rongga mulut. Rongga mulut dibatasi oleh beberapa bagian, yaitu sebelah atas oleh tulang rahang dan langit-langit (palatum), sebelah kiri dan kanan oleh otot-otot pipi, serta sebelah bawah oleh rahang bawah.

1)   Rongga Mulut(Cavum Oris)
Gambar 2.1
Rongga mulut (tampak depan)
Sumber: http://athoenk46.files.wordpress.com, diakses 02 Juni 2010
 










              Rongga mulut merupakan awal dari saluran pencernaan makanan. Pada rongga mulut, dilengkapi alat pencernaan dan kelenjar pencernaan untuk membantu pencernaan makanan, yaitu:
a)   
Gambar 2.2
Susunan gigi
Gigi(dentis)

Sumber: http://gurungeblog.files.wordpress.com, diakses 01 Juni 2010







Memiliki fungsi memotong, mengoyak dan menggiling makanan menjadi partikel yang kecil-kecil. Gigi tertanam pada rahang dan diperkuat oleh gusi. Bagian-bagian gigi adalah sebagai berikut:
(1)     Mahkota Gigi
Bagian ini dilapisi oleh email dan di dalamnya terdapat dentin (tulang gigi). Lapisan email mengandung zat yang sangat keras, berwarna putih kekuningan, dan mengilap. Email mengandung banyak garam kalsium.
(2)     Tulang Gigi
Tulang gigi terletak di bawah lapisan email. Tulang gigi meliputi dua bagian, yaitu leher gigi dan akar gigi. Bagian tulang gigi yang dikelilingi gusi disebut leher gigi, sedangkan tulang gigi yang tertanam dalam tulang rahang disebut akar gigi. Akar gigi melekat pada dinding tulang rahang dengan perantara semen.
(3)     Rongga gigi
Rongga gigi berada di bagian dalam gigi. Di dalam rongga gigi terdapat pembuluh darah, jaringan ikat, dan jaringan saraf.oleh karena itu, rongga gigi sangat peka terhadap rangsangan panas dan dingin.
menurut bentuknya, gigi dibedakan menjadi empat macam, yaitu:
(a)      Gigi seri (incisivus/I), berfungsi untuk memotong-motong makanan.
(b)      Gigi taring (caninus/ C), berfungsi untuk merobek-robek makanan.
(c)      Gigi geraham depan (Premolare/ P), berfungsi untuk menghaluskan makanan.
(d)     Gigi geraham belakang (Molare/ M), berfungsi untuk menghaluskan makanan.
Pada manusia, ada dua generasi gigi sehingga dinamakan bersifat diphydont. Generasi gigi tersebut adalah gigi susu dan gigi permanen. Gigi susu adalah gigi yang dimiliki oleh anak berusia 1-6 tahun. Jumlahnya 20 buah. Sedangkan gigi permanen dimiliki oleh anak di atas 6 tahun, jumlahnya 32 buah.
b)   Lidah (lingua)
Gambar 2.3
Lidah
 


Sumber: http://gurungeblog.files.wordpress.com, diakses 01 Juni 2010












          Lidah membentuk lantai dari rongga mulut. Bagian belakang otot-otot lidah melekat pada tulang hyoid. Lidah tersiri dari 2 jenis otot, yaiyu:
(1)     Otot ekstrinsik yang berorigo di luar lidah, insersi di lidah.
(2)     Otot instrinsik yang berorigo dan insersi di dalam lidah.
          Kerja otot lidah ini dapat digerakkan atas 3 bagian, yaitu: radiks lingua (pangkal lidah), dorsum lingua (punggung lidah), apeks lingua (ujung lidah). Lidah berfungsi untuk membantu mengunyah makanan yakni dalam hal membolak-balikkan makanan dalam rongga mulut, membantu dalam menelan makanan, sebagai indera pengecap, dan membantu dalam berbicara.
          Sebagai indera pengecap,pada permukaan lidah terdapat badan sel saraf perasa (papila). ada tiga bentuk papila, yaitu:
(1)     Papila fungiformis, berbentuk seperti jamur, terletak di bagian sisi lidah dan ujung lidah.
(2)     Papila filiformis, berbentuk benang-benang halus, terletak di 2/3 bagian depan lidah.
(3)     Papila serkumvalata, berbentuk bundar, terletak menyusun seperti huruf V terbalik di bagian belakang lidah.
Lidah memiliki 10.000 saraf perasa, tapi hanya dapat mendeteksi 4 sensasi rasa: manis, asam, pahit, dan asin.
c)    Kelenjar Ludah
          Makanan dicerna secara mekanis dengan bantuan gigi, secara kimiawi dengan bantuan enzim yang dihasilkan oleh kelenjar-kelenjar ludah. Kelenjar ludah mengandung menghasilkan saliva. Saliva mengandung enzim ptyalin atu amylase yang berfungsi mengubah zat tepung atau amilum menjadi zat gula atau maltosa.
Kelenjar ludah terdiri atas tiga pasang sebagai berikut:
(1)     Kelenjar parotis, terletak di bawah telinga. Kelenjar ini menghasilkan saliva berbentuk cair yang disebut serosa. Kelenjar paotis merupakan kelenjar terbesar bermuara di pipi sebelah dalam berhadapan dengan geraham kedua.
(2)     Kelenjar submandibularis / submaksilaris, terletak di bawah rahang bawah.
(3)     Kelenjar sublingualis, terletak di bawah lidah.
Kelenjar submandibularis dan sublingualis menghasilkan air dan lender yang disebut Iseromucus. Kedua kelenjar tersebut bermuara di tepi lidah.
3.    Etiologi
          Menurut Siregar (2004) suatu infeksi bakteri bisa menyebabkan abses melalui beberapa cara antara lain:
a.    Bakteri masuk kebawah kulit akibat luka yang berasal dari tusukan jarum yang tidak steril
b.    Bakteri menyebar dari suatu infeksi dibagian tubuh yang lain
c.    Bakteri yang dalam keadaan normal hidup di dalam tubuh manusia dan tidak menimbulkan gangguan, kadang bisa menyebabkan terbentuknya abses.

Gambar 2.4
Abses akar gigi yang menyebabkan abses mandibula
 









Keterangan gambar:
a)    Abses yang menembus ke daerah mukosa
b)    Abses submukosa
Gambar 2.5
Abses yang menembus ke daerah
 bawah dari tulang rahang bawah
Sumber: http://www.dhin.nl, diakses 02 Juni 2010

Sumber: http://www.dhin.nl, diakses 02 Juni 2010

 











          Lebih lanjut Siregar (2004) menjelaskan peluang terbentuknya suatu abses akan meningkat jika :
a.    Terdapat kotoran atau benda asing di daerah tempat terjadinya infeksi
b.    Darah yang terinfeksi mendapatkan aliran darah yang kurang
c.    Terdapat gangguan sisitem kekebalan.
          Menurut Hardjatmo Tjokro Negoro, PHD dan Hendra Utama, (2001), abses mandibula sering disebabkan oleh infeksi didaerah rongga mulut atau gigi. Peradangan ini menyebabkan adanya pembengkakan didaerah submandibula yang pada perabaan sangat keras biasanya tidak teraba adanya fluktuasi. Sering mendorong lidah keatas dan kebelakang dapat menyebabkan trismus. Hal ini sering menyebabkan sumbatan jalan napas. Bila ada tanda-tanda sumbatan jalan napas maka jalan napas harus segera dilakukan trakceostomi yang dilanjutkan dengan insisi digaris tengah dan eksplorasi dilakukan secara tumpul untuk mengeluarkan nanah. Bila tidak ada tanda- tanda sumbatan jalan napas dapat segera dilakukan eksplorasi tidak ditemukan nanah, kelainan ini disebutkan Angina ludoviva (Selulitis submandibula). Setelah dilakukan eksplorasi diberikan antibiotika dosis tinggi untuk kuman aerob dan anaerob.
          Abses bisa terbentuk diseluruh bagian tubuh, termasuk paru-paru, mulut, rektum, dan otot. Abses yang sering ditemukan didalam kulit atau tepat dibawah kulit terutama jika timbul diwajah.



Gambar 2.6
Abses Mandibula
Sumber: http://www.medco-athletics.com, diakses 02 Juni 2010

 









4.    Patofisiologi
          Menurut Price, (2006) jika bakteri menyusup kedalam jaringan yang sehat, maka akan terjadi infeksi. Sebagian sel mati dan hancur, meninggalkan rongga yang berisi jaringan dan se-sel yang terinfeksi. Sel-sel darah putih yang merupakan pertahanan tubuh dalam melawan infeksi, bergerak kedalam rongga tersebut, dan setelah menelan bakteri.sel darah putih akan mati, sel darah putih yang mati inilah yang membentuk nanah yang mengisis rongga tersebut.
          Akibat penimbunan nanah ini, maka jaringan disekitarnya akan terdorong jaringan pada akhirnya tumbuh di sekeliling abses dan menjadi dinding pembatas. Abses hal ini merupakan mekanisme tubuh mencegah penyebaran infeksi lebih lanjut jika suatu abses pecah di dalam tubuh maka infeksi bisa menyebar kedalam tubuh maupun dibawah permukaan kulit, tergantung kepada lokasi abses (www.medicastre.com.2004).
Bagan 2.1
Patofisiologi Abses Mandibula
 
Sumber: Price, (2006)
Abses Periapikal
Abses akar gigi
Bakteri masuk ke dalam jar.sehat
Sel mati & hancur
Membentuk rongga yg berisi jar. & sel-sel yg terinfeksi
Sel Darah Putih masuk ke dlm rongga
Sel akan mati
Membentuk nanah
Tertimbun dlm jar.
Bengkak
Pecah
Infeksi menyebar ke dlm tbh
Kematian
Insisi/Drainage
Panas
Nyeri
Kemerahan
Fungsi terganggu
·      Nyeri Akut
·      Hipertermia
·      Gangguan pola tidur
·      Gangguan komunikasi verbal
·      Gangguan gambaran diri
·      Kerusakan Integritas kulit
·      Ansietas
Resiko infeksi
Keterbatasan kognitif,kurang mengingat sumber informasi
Meminta informasi
Kurang pengetahuan
Kesulitan dlm mengunyah & menelan
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Perdarahan
Defisit Volume Cairan
 























5.    Tanda dan Gejala
          Menurut Smeltzer dan Bare (2001), gejala dari abses tergantung kepada lokasi dan pengaruhnya terhadap fungsi suatu organ saraf. Gejalanya bisa berupa :
a.    Nyeri
b.    Nyeri tekan
c.     Teraba hangat
d.   Pembengakakan
e.    Kemerahan
f.     Demam
          Suatu abses yang terbentuk tepat dibawah kulit biasanya tampak sebagai benjolan. Adapun lokasi abses antar lain ketiak, telinga, dan tungkai bawah. Jika abses akan pecah, maka daerah pusat benjolan akan lebih putih karena kulit diatasnya menipis. Suatu abses di dalam tubuh, sebelum menimbulkan gejala seringkali terlebih tumbuh lebih besar. Abses dalam lebih mungkin menyebarkan infeksi keseluruh tubuh.
          Adapun tanda dan gejala abses mandibula adalah nyeri leher disertai pembengkakan di bawah mandibula dan di bawah lidah, mungkin berfluktuasi.
6.    Pemeriksan Diagnosis
          Menurut Siregar (2004), abses dikulit atau di bawah kulit sangat mudah dikenali. Sedangkan abses dalam sering kali sulit ditemukan. Pada penderita abses, biasanya pemeriksaan darah menunjukkan peningkatan jumlah sel darah putih. Untuk menetukan ukuran dan lokasi abses dalam biasanya dilakukan pemeriksaan Rontgen,USG, CT, Scan, atau MRI.
7.    Penatalaksanaan
          Menurut FKUI (1990), antibiotika dosis tinggi terhadap kuman aerob dan anaerob harus diberikan secara parentral. Evaluasi abses dapat dilakukan dalam anastesi lokal untuk abses yang dangkal dan terlokalisasi atau eksplorasi dalam narkosis bila letak abses dalam dan luas. Insisi dibuat pada tempat yang paling berfluktuasi atau setinggi 0,5 tiroid, tergantung letak dan luas abses. Pasien dirawat inap sampai 1-2 hari gejala dan tanda infeksi reda.
Suatu abses seringkali membaik tanpa pengobatan, abses akan pecah dengan sendirinya dan mengeluarkan isinya,.kadang abses menghilang secara perlahan karena tubuh menghancurkan infeksi yang terjadi dan menyerap sisa-sisa infeksi, abses pecah dan bisa meninggalkan benjolan yang keras.
Untuk meringankan nyeri dan mempercepat penyembuhan, suatu abses bisa ditusuk dan dikeluarkan isinya. Suatu abses tidak memiliki aliran darah, sehingga pemberian antibiotik biasanya sia-sia antibiotik biasanya diberikan setelah abses mengering dan hal ini dilakukan untuk mencegah kekambuhan. Antibiotik juga diberikan jika abses menyebarkan infeksi kebagian tubuh lainnya.





Gambar 2.7
Insisi drainage pada abses mandibula
Sumber: http://www.medco-athletics.com, diakses 02 Juni 2010

 










8.    Komplikasi
          Komplikasi/dampak yang mungkin terjadi akibat dari Abses mandibula menurut Siregar (2004) adalah:
a.         Kehilangan gigi
b.         Penyebaran infeksi pada jaringan lunak dapat mengakibatkan selulitis wajah dan Ludwig’s angina
c.         Penyebaran infeksi pada tulang rahang dapat mengakibatkan osteomyelitis mandibula atau maksila
d.        Penyebaran infeksi pada daerah tubuh yang lain, menghasilkan abses serebral, endokarditis, pneumonia, atau gangguan lainnya.



B.       KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ABSES MANDIBULA
1.    Pengkajian.
            Pengkajian adalah usaha untuk mengumpulkan data-data sesuai dengan respon klien baik dengan pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, wawacara, observasi dan dokumentasi secara bio-psiko-sosio-spiritual (Doenges, 2001).
            Data yang harus dikumpulkan dalam pengkajian yang dilakukan pada kasus abses mandibula menurut Doenges, (2001) adalah sebagai berikut :
a.    Aktifitas/istirahat
Data Subyektif : Pusing, sakit kepala, nyeri, mulas.
Data Obyektif : Perubahan kesadaran, masalah dalam keseimbangan cedera (trauma).
b.    Sirkulasi 
Data Obyektif: kecepatan (bradipneu, takhipneu), pola napas (hipoventilasi, hiperventilasi, dll).
c.    Integritas ego
Data Subyektif: Perubahan tingkah laku/ kepribadian (tenang atau dramatis)
Data Obyektif : cemas, bingung, depresi.
d.   Eliminasi
Data Subyektif : Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami gangguan fungsi.
e.    Makanan dan cairan
Data Subyektif : Mual, muntah, dan mengalami perubahan selera makan.
Data Obyektif : Mengalami distensi abdomen.
f.     Neurosensori.
Data Subyektif : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo.
Data Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental, kesulitan dalam menentukan posisi tubuh.
g.    Nyeri dan kenyamanan
Data Subyektif : nyeri pada rahang dan bengkak
Data Obyektif : Wajah meringis, gelisah, merintih.
h.    Pernafasan
Data Subyektif : Perubahan pola nafas.
Data Objektif: Pernapasan menggunakan otot bantu pernapasan/ otot aksesoris.
i.      Keamanan
Data Subyektif : Trauma baru akibat gelisah.
Data Obyektif : Dislokasi gangguan kognitif. Gangguan rentang gerak.
j.      Prioritas keperawatan
1)   Mengurangi ansietas dan trauma emosional
2)   Menyediakan keamanan fisik
3)   Mencegah komplikasi
4)   Meredakan rasa sakit
5)   Memberikan fasilitas untuk proses kesembuhan
6)   Menyediakan informasi mengenai proses penyakit/prosedur pembedahan, prognosis dan kebutuhan pengobatan
k.    Tujuan pemulangan
1)   Pasien menghadapi situasi yang ada secara realistis
2)   Cidera dicegah
3)   Komplikasi dicegah/diminimalkan
4)   Rasa sakit dihilangkan/dikontrol
5)   Luka sembuh/fungsi organ berkembang ke arah normal
6)   Proses penyakit/prosedur pembedahan, prognosis, dan regimen terapeutik dipahami
       Sedangkan menurut Dr. Rahajeng, (2006) pengkajian pada Abses Mandibula, adalah:
a.    Keadaan umum: lemah, lesu, malaise, demam
b.    Pemeriksaan Ekstra oral : asimetri wajah, tanda radang jelas, fluktuasi (+), tepi rahang teraba
c.    Pemeriksaan intra oral: Periodontitis akut, muccobuccal fold, fluktuasi (-)
2.    Diagnosa Keperawatan
            Menurut T. Heather Herdman, et.al (2007), diagnosa keperawatan pada pasien dengan abses mandibula adalah:
a.    Nyeri Akut yang berhubungan dengan egen injuri biologi
Menurut Carpenito (2000) nyeri akut adalah keadaan dimana individu melaporkan dan mengalami adanya rasa ketidaknyamanan yang hebat atau sensasi yang tidak menyenangkan selama enam bulan atau kurang.

Tabel. 2.1
Nyeri Akut yang berhubungan dengan egen injuri biologi


 


Intervensi

Rasional

1.      Kaji tingkat nyeri yang dialami klien dan lokasinya

2.      Catat umur dan berat pasien, masalah medis / psikologis yang muncul kembali, sensitivitas idiosinkratik yang digunakan.

3.      Kaji tanda-tanda vital, perhatikan takikardia, hipertensi dan peningkatan pernafasan, bahkan jika pasien menyangkal adanya rasa sakit

4.      Dorong penggunaan teknik relaksasi, misalnya latihan nafas dalam, bimbingan imajinasi, visualisasi.


5.      Kaji ketidaknyamanan yang mungkin selain dari prosedur operasi.




6.      Berikan informasi mengenai ketidaknyamanan, sesuai kebutuhan.

7.      Lakukan reposisi sesuai petunjuk, semi – fowler; miring.





8.      Berikan perawatan oral regular.




9.      Berikan lingkungan yang tenang.




10.  Observasi efek analgesik






11.  Kolaborsi obat sesuai petunjuk . (analgesik IV)
        

1.    Untuk mengetahui tingkat skala nyeri yang dialami klien

2.    Rasional pendekata pada manajemen rasa sakit pasca operasi berdasarkan kepada faktor-faktor vareaasi multipel.

3.    Dapat mengindikasi rasa sakit akut dan ketidaknyamanan.



4.    Lepaskan tegangan emosional dan otot : tingkatkan perasaan kontrol yang mungkin dapat meningkatkan kemampuan koping.

5.    Ketidaknyamanan mungkin disebabkan / diperburuk dengan penekanan pda kateter indwelling yang tidak tetap, selang NGT, jalur parentral.

6.    Pahami ketidaknyamanan.


7.    Mungkin mengurangi rasa sakit dan meningkatkan sirkulasi. Posisi semi-fowler dapat mengurangi tekanan otot abdominal dan otot punggung arthritis, sedangkan miring mengurangi tekanan dorsal.

8.    Mengurangi ketidaknyamanan yang dihubungkan dengan membrane mukosa yang kering pad azat-zat anastesis, restriksi oral.

9.    Agar klien dapat beristirahat, karena urang tidur / istirahat dapat meningkatkan persepsi nyeri dan kemampuan koping menurun.

10. Respirasi mungkin menurun pada pemberian narkotik, dan mungkin menimbulkan efek-efek sinergistik dan zat-zat anastesi.


11. Analgesik IV akan dengan segera mencapai pusat rasa sakit, menimbulkan penghilangan yang lebih efektif dengan obat dosis kecil. Pemberian IM akan memakan waktu lebih lama da keefektifannya bergantung kepada tingkat dan absorbsi sirkulsi.


b.     Hipertermi yang berhubungan dengan proses penyakit.
Menurut Carpenito (2000) Hipertermi adalah keadaan dimana seorang individu mengalami atau berisiko untuk mengalami kenaikan suhu tubuh terus menerus lebih tinggi dari 37,5°C peroral atau 38,°C per rektal karena faktor–faktor eksternal.
Tabel. 2.2
Hipertermi yang berhubungan dengan proses penyakit.


 


Intervensi

Rasional


1.     Observasi saat timbulnya demam.


2.     Observasi tanda–tanda vital setiap 3 jam/lebih sering.    


3.     Berikan penjelasan kepada pasien/keluarga tentang hal–hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi demam dan menganjurkan pasien/ keluarga untuk kooperatif.

4.     Berikan penjelasan tentang penyebab demam atau peningkatan suhu tubuh.



5.      Anjurkan pasien untuk banyak minum ± 2,5 Liter/24 jam dan jelaskan manfaatnya bagi pasien.   



6.      Berikan kompres hangat (pada daerah axilla dan dahi).


7.      Berikan terapi cairan intravena dan obat–obatan sesuai dengan program dokter (masalah kolaborasi).

1.     untuk mengidentifikasi pola demam

2.     tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum                                                                                                          pasien

3.     Keterlibatan keluarga sangat berarti dalam proses penyembuhan pasien dirumah sakit.



4.     Penjelasan tentang kondisi pasien dapat membantu pasien/keluarga mengurangi kecemasan yang timbul.

5.     Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak

6.     Kompres hangat dapat merangsang kerja hipotalamus untuk menstabilkan suhu tubuh.

7.     Pemberian cairan bagi pasien sangat penting bagi pasien dengan suhu tubuh tinggi. Pemberian cairan merupakan wewenang dokter sehingga perawat perlu berkolaborasi dalam hal ini.


c.    Kerusakan Intergritas kulit yang berhubungan dengan trauma mekanik.
Menurut Carpenito (2000) kerusakan integritas kulit adalah suatu keadaan dimana seorang individu mengalami atau beresiko mengalami kerusakan jaringan epidermis dan dermis.

Tabel. 2.3
Kerusakan Intergritas kulit yang
berhubungan dengan trauma mekanik penyakit.


 
Internensi

Rasional


1.     Kaji/catat ukuran, warna, kedalaman infeksi, perhatikan jaringan nekrotik dan kondisi sekitar infeksi.Lakukan perawatan infeksi yang tepat dan tindakan kontrol infeksi.

2.     Pertahankan penutupan luka sesuai indikasi.


3.     Pertahankan posisi yang diinginkan dan imobilisasi area bila diindikasikan.

4.     Lakukan program kolaborasi : siapkan / bantu prosedur bedah/balutan biologis.


1.      Memberikan informasi dasar tentang infeksi dan kemungkinan petunjuk tentang sirkulasi pada aera graft.


2.      Menyiapkan jaringan untuk penanaman dan menurunkan resiko infeksi/kegagalan kulit

3.      untuk menghindari nyeri pada saat bergerak

4.      Kulit graft baru dan sisi donor yang sembuh memerlukan perawatan khusus untuk mempertahankan kelenturan.



            Sedangkan menurut Doenges, (2001) diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan infeksi rongga mulut adalah:
a.    Defisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan perdarahan post operasi. Menurut Carpenito (2000) defisit volume cairan dan elektrolit adalah Keadaan dimana seorang individu yang tidak menjalani puasa mengalami atau beresiko mengalami dehidrasi vaskuler, interstisial atau intravaskuler.
Tabel. 2.4
Defisit volume cairan dan elektrolit
berhubungan dengan perdarahan post operasi
 



Internensi

Rasional


1.      Ukuran dan cacat pengeluaran dan pemasukan (termasuk pengeluaran cairan gastrointestinal), tinjau ulang catatan intraoperasi.


2.      Pantau tanda vital.

3.      Berikan bantuan pengukuran berkemih sesuai kebutuhan



4.      Catat munculnya mual / muntah, riwayat pasien mabuk perjalan.




5.      Periksa pembalut, alat drai dan interval reguler. Kaji luka untuk adanya pembengkakan.



Kolaborasi :
6.      Berikan cairan parenteral, produksi darah dan /atau plasma expender sesuai petunjuk tingkatkan kecepatan jalan jika diperlukan.

7.      Pasang kateter urinarius dengan atau tanpa erimeter sesuai kebutuhan.

8.      Berikan antiemetik sesuai kebutuhan
      

1.      Dokumentasi yang akurat akan emembantu dalam mengidentifiksi pengeluaran cairan / kebutuhan penggantian dan pilhan-pilihan mempengaruhi intervensi.

2.      Hipotensi takikardia, peningkatan pernafasan mengindikasikan kekurangan cairan.

3.      Meningkatkan relaksasi otot perineal dan memudahkan upaya kekosongan.

4.      Wanita, pasien dengan obesitas dan mereka memiliki kecendrunganmabuk perjalanan penyakit memiliki resiko mual dan muntah yang lebih tinggi masa pasca operasi.

5.      Pendarahan banyak dapat mengacu pada hipovolemia, hemorrargi, pembengkakan lokal mungkin mengidentifikasikan pada formasi bersama hematoma / perdarahan.


Kolaborasi :
6.      Menggantikan kehilangan cairan yang telah didokumentasikan.



7.      Memberikan mekanisme untuk memantau pengeluaran urinarius secara akurat.

8.      Menghilangkan mual / muntah yang dapat menyebabkan ketidak seimbangan pemasukan, membantu kehilangan cairan.

b.    Nyeri berhubungan dengan adanya proses peradangan, luka insisi pembedahan. Menurut Carpenito (2000) nyeri akut adalah keadaan dimana individu melaporkan dan mengalami adanya rasa ketidaknyamanan yang hebab atau sensasi yang tidak menyenangkan selama enam bulan atau kurang.
Tabel. 2.5
Nyeri Akut yang berhubungan dengan egen injuri biologi


 



Intervensi

Rasional

1.      Kaji tingkat nyeri yang dialami klien dan lokasinya

2.      Catat umur dan berat pasien, masalah medis / psikologis yang muncul kembali, sensitivitas idiosinkratik yang digunakan.

3.      Kaji tanda-tanda vital, perhatikan takikardia, hipertensi dan peningkatan pernafasan, bahkan jika pasien menyangkal adanya rasa sakit

4.      Dorong penggunaan teknik relaksasi, misalnya latihan nafas dalam, bimbingan imajinasi, visualisasi.



5.      Kaji ketidaknyamanan yang mungkin selain dari prosedur operasi.




6.      Berikan informasi mengenai ketidaknyamanan, sesuai kebutuhan.

7.      Lakukan reposisi sesuai petunjuk, semi – fowler; miring.




8.      Berikan perawatan oral regular.




9.      Berikan lingkungan yang tenang.




10.  Observasi efek analgesik




11.  Kolaborsi obat sesuai petunjuk . (analgesik IV)
        

1.    Untuk mengetahui tingkat skala nyeri yang dialami klien

2.    Rasional pendekata pada manajemen rasa sakit pasca operasi berdasarkan kepada faktor-faktor vareaasi multipel.

3.    Dapat mengindikasi rasa sakit akut dan ketidaknyamanan.



4.    Lepaskan tegangan emosional dan otot : tingkatkan perasaan kontrol yang mungkin dapat meningkatkan kemampuan koping.


5.    Ketidaknyamanan mungkin disebabkan / diperburuk dengan penekanan pda kateter indwelling yang tidak tetap, selang NGT, jalur parentral.

6.    Pahami ketidaknyamanan.

7.    Mungkin mengurangi rasa sakit dan meningkatkan sirkulasi. Posisi semi-fowler dapat mengurangi tekanan otot abdominal dan otot punggung arthritis, sedangkan miring mengurangi tekanan dorsal.

8.    Mengurangi ketidaknyamanan yang dihubungkan dengan membrane mukosa yang kering pad azat-zat anastesis, restriksi oral.

9.    Agar klien dapat beristirahat, karena urang tidur / istirahat dapat meningkatkan persepsi nyeri dan kemampuan koping menurun.

10. Respirasi mungkin menurun pada pemberian narkotik, dan mungkin menimbulkan efek-efek sinergistik dan zat-zat anastesi.

11. Analgesik IV akan dengan segera mencapai pusat rasa sakit, menimbulkan penghilangan yang lebih efektif dengan obat dosis kecil. Pemberian IM akan memakan waktu lebih lama da keefektifannya bergantung kepada tingkat dan absorbsi sirkulsi.


c.    Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan, tidak adekuatnya pertahanan tubuh. Menurut Carpenito (2000) resiko terhadap infeksi adalah keadaan dimana seorang individu beresiko terserang oleh agen patogenik atau oportunis (virus, jamur, bakteri, protozoa dan parasit lain) dari sumber-sumber endogen atau eksogen.

Tabel. 2.6
Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan
pembedahan, tidak adekuatnya pertahanan tubuh

 



Intervensi

Rasional

1.     Pantau tanda-tanda peradangan, demam, kemerahan, bengkak da cairan yang keluar.

2.     Perhatikan peningkatan suhu, demam menggigil.



3.     Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan

4.     Pertahanan luka aseptik, pertahankan balutan kering.





5.     Anjurkan klien untuk menjaga area infeksi

6.     Periksa kulit untuk memeriksa adanya infeksi yang terjadi.






7.     Ulangi studi laboratorium ntuk kemungkinan infeksi sistemik.









8.     Kolaborasi : berikan antibiotic sesuai petunjuk
     

1.     Untuk mengidentifikasi adanya tanda-tanda infeksi secara dini.


2.     Dengan adanya infeksi / sepsis membutuhkan evaluasi pengobatan.


3.     Menurunkan resiko terjadinya infeksi nasokomial.

4.     Melindungi pasien dari kontaminasi silang selama penggaintian balutan. Balutan basah bertindak sebagai sumbu retrograd, menyerap kontaminan eksternal.

5.     Untuk mencegah terjadinya kontaminasi atau infeksi.

6.     Gangguan pada integritas kulit atau dekat dengan lokasi operasi adalah sumber kontaminasi luka. Menggunting / bercukur secara berhati-hati adalah imperatif untuk mencegah abrasi dan penorehan pada kulit.

7.     Peningkatan SDP akan mengindikasikan adanya infeksi dimana prosedur operasi akan mengurangi (mis, apendisitis, abses, implamasi dari trauma) atau munculnya infeksi sistemik / organ, dimana mungkin dapat menyebabkan kontraindikasi dari prosedur pembedahan atau anestesi.

8.     Dapat diberikan secara profilaksis bila dicurigai terjadinya infeksi



d.   Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidak mampuan menelan makanan, nyeri area rahang. Menurut Carpenito (2000)  Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan suatu keadaan dimana individu yang tidak mengalami puasa atau yang beresiko mengalami penurunan berat badan atau yang berhubungan dengan masukan yang tidak adekuat.
Tabel. 2.7
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
 dengan ketidak mampuan menelan makanan, nyeri area rahang
 



Intervensi

Rasional

1.      Kaji riwayat nutrisi termasuk makan yang disukai.

2.      Kaji keluhan mual, tidak napsu makan, dan muntah yang dialami pasien.


3.      Pemberian makanan yang mudah ditelan seperti : bubur, tim, dan hidangkan selagi masih hangat.

4.      Pemberian makanan dalam porsi kecil dengan frekuensi sering.

5.      Pantau masukan dan keluaran.



6.      Timbang berat badan setiap hari.



7.      Kolaborasi dengan ahli gizi.




1.     Mengindikasikan defisiensi, menduga kemungkinan intervensi

2.     Dengan mengalami keluhan pasien dapat membantu intervensi selanjutnya.

3.     Membantu mengurangi kelelahan pasien dan meningkatkan asupan makanan karena mudah ditelan.

4.     Untuk menghindari mual dan muntah.

5.     Memberikan deteksi dini adanya ketidak seimbangan kebutuhan nutrisi.

6.     Penimbangan berat badan yang tepat dapat mendeteksi status gizi klien.

7.     Membantu dalam membuat rencana diet untuk memenuhi kebutuhan individual




e.    Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada area rahang dan luka operasi. Menurut Carpenito (2000)  perubahan pola tidur adalah keadaan di mana individu mengalami atau berisiko mengalami suatu perubahan dalam kuantitas atau kualitas pola tidurnya yang menyebabkan rasa tidak nyaman atau mengganggu gaya hidup yang diinginkannya
Tabel. 2.8
Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa
nyeri pada area rahang dan luka operasi rahang
 




Intervensi

Rasional

1.     Kaji kebiasaan sebelum dan sesudah tidur


2.     Ciptakan lingkungan aman dan tenang


3.     Batasi pengunjung 

4.     Rapikan tempat tidur klien

5.     Atur posisi yang nyaman saat beristirahat

6.     Batasi pertemuan yang tidak  penting


1.     Untuk mengetahui kebiasaan klien sebelum dan sesudah tidur untuk menentukan tindakan selanjutnya

2.     Agar klien dapat beristirahat dengan tenang

3.     Agar  klien tidak terganggu

4.     Agar tidur klien merasa nyaman

5.     Agar klien merasa nyaman beristirahat

6.     Agar klien dapat beristirahat maksimal


f.     Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan adanya peradangan di area mulut. Menurut Carpenito (2000) Gangguan komunikasi verbal adalah   keadaan dimana seorang individu mengalami, atau dapat mengalami penurunan kemampuan atau ketidakmampuan untuk berbicara tetapi dapat mengerti orang.
Tabel. 2.9
Gangguan komunikasi verbal
berhubungan dengan adanya peradangan di area mulut
 



Intervensi

Rasional

1.     Kaji tipe/ derajat disfungsi, seperti pasien tidak tampak memahami kata atau mengalami kesulitan berbicara atau membuat pengertian sendiri.


2.     Berikan metode alternatif, seperti menulis di papan tulis. Berikan petunjuk visual (gerakan tangan, gambar-gambar, daftar kebutuhan, demonstrasi).

3.     Bicaralah dengan nada normal dan hindari percakapan yang cepat. Berikan pasien jarak waktu untuk berespon. Bicaralah tanpa tekanan terhadap sebuah respon.

4.     Kolaborasi  : konsultasi dengan/rujuk kepada ahli terapi wicara.

1.      Membantu menentukan daerah dan derajat kerusakan cerebral yang terjadi dalam kesulitan pasien dalam beberapa atau seluruh tahap proses komunikasi.

2.      Memberi komunikasi tentang kebutuhan berdasarkan dengan keadaan/ defisit yang mendasarinya.

3.      Tidak perlu merusak pendengaran pasien dan meninggikan suara dapat menimbulkan marah pasien/ menyebabkan kepedihan.


4.      Pengkajian secara individual kemampuan bicara dan sensori, motorik dan kognitif untuk mengidentifikasi kekurangan kebutuhan terapi


g.    Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu anggota tubuh. Menurut Carpenito (2000) gangguan gambaran diri adalah suatu keadaan dimana individu mengalami atau beresiko untuk mengalami gangguan dalam cara pencerapan citra diri seseorang.




Tabel. 2.10
Gangguan komunikasi verbal
berhubungan dengan adanya peradangan di area mulut
 



Intervensi

Rasional

1.     Kaji makna kehilangan/perubahan pada pasien/orang terdekat




2.     Terima dan akui ekspresi frustasi, ketergantungan, marah, kedukaan, dan kemarahan.

3.     Bersikap realistis dan positif terhadap pengobatan, pada penyuluhan kesehatan, dan menyusun tujuan dalam keterbatasan

4.     Dorong interaksi keluarga dan dengan tim rehabilitasi


1.      Episode traumatik mengakibatkan perubahan tiba-tiba, tidak diantisipasi, membuat perasaan kehilangan pada kehilangan aktual/yang dirasakan.

2.      Penerimaan perasaan sebagai respon normal terhadap apa nyang terjadi membantu perbaikan

3.      Meningkatkan kepercayaan dan mengadakan hubungan antara pasien dan perawat


4.      Mempertahankan/membuka garis komunikasi dan memberikan dukungan terus menerus pada pasien dan keluarga